
JAKARTA, SJP – Film horor terbaru Thailand, Tha Rae: The Exorcist (2025), arahan sutradara Taweewat Wantha, mencoba menghadirkan kisah eksorsisme Katolik yang berpadu dengan budaya lokal Isan. Namun, meski premisnya terdengar menjanjikan, film ini justru terjebak dalam formula lama dan gagal memberi horor yang benar-benar menegangkan.
Cerita berlatar di desa Tha Rae, komunitas Katolik tertua dan terbesar di Thailand. Old Ming (Thaneth Warakulnukroh), seorang mantan pastor, tiba-tiba menunjukkan tanda kerasukan roh jahat yang menjerumuskan desa dalam teror.
Putrinya, Malee (Nichaphat Chatchaipholrat), kembali ke kampung halaman dan menemukan ayahnya dalam kondisi mengerikan. Seorang imam muda, Pastor Paolo (Jirayu Tangsrisuk), dipanggil dari Bangkok untuk melakukan ritual pengusiran setan. Ia kemudian bekerja sama dengan Sopha (Phiravich Attachitsataporn), seorang yao atau dukun lokal, yang membawa praktik spiritual tradisional ke dalam konflik.
Sayangnya, ide besar tentang pertemuan dua kepercayaan, antara Katolik dan tradisi Isan, tidak digarap maksimal. Jalan cerita mudah ditebak sejak awal: gejala kerasukan, konflik iman, hingga ritual pengusiran yang klise. Tidak ada kejutan naratif berarti, membuat film terasa hambar.
Penampilan para aktor pun tak membantu. Jirayu Tangsrisuk sebagai Pastor Paolo tampil kaku, gagal menampilkan krisis iman yang seharusnya emosional.
Chemistry dengan Phiravich sebagai Sopha pun lemah, sehingga konflik antar-kepercayaan hanya terasa sebagai gimmick. Nichaphat sebagai Malee memiliki potensi besar sebagai pusat drama keluarga, tapi karakternya kurang tergali. Bahkan, Thaneth Warakulnukroh yang berperan sebagai Old Ming lebih berfungsi sebagai pemicu cerita ketimbang sosok kompleks dengan motivasi jelas.
Secara teknis, Tha Rae: The Exorcist mengandalkan pencahayaan gelap, efek suara mendadak, dan riasan standar kerasukan. Semua trik itu cepat terasa repetitif. Alih-alih menciptakan atmosfer mencekam, film ini lebih sering mengandalkan jumpscare instan yang murahan.
Hal paling disayangkan, film ini gagal memanfaatkan kekayaan budaya lokal Isan. Padahal, perpaduan antara tradisi Katolik dan ritual dukun tradisional berpotensi melahirkan horor unik yang mengguncang. Namun, elemen budaya hanya menjadi latar dekoratif, tanpa pendalaman berarti.
Pada akhirnya, Tha Rae: The Exorcist mungkin cukup menghibur bagi penonton yang sekadar mencari tontonan horor eksorsisme ringan. Namun bagi pecinta horor sejati, film ini hanya menjadi variasi lain dari formula lama, mudah ditebak, repetitif, dan tanpa kejutan. (**)
Editor : Rizqi Ardian
Sumber: Beritasatu.com
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru