
NGANJUK, SJP — Pada tahun 1936, Kabupaten Nganjuk memiliki seorang pemimpin istimewa bernama Raden Tumenggung Prawirowidjodjo. Sosok ini bukan sekadar bupati, melainkan nakhoda yang memandu daerahnya melewati senjakala kolonial Belanda.
Sebelum menjabat di Nganjuk, Prawirowidjodjo pernah bertugas di Kediri. Kehadirannya membawa harapan sekaligus tantangan, membentuk wajah baru Nganjuk di bawah kepemimpinannya.
Darah bangsawan mengalir deras dalam nadinya. Warisan leluhur yang setia mengabdi pada nusa dan bangsa menjadikan dirinya bukan hanya pemilik nama besar, tetapi juga penjaga tradisi serta nilai luhur. Hubungan eratnya dengan keraton memberi legitimasi sekaligus amanah besar untuk menjaga rakyatnya.
Selama menjabat, ia banyak mengeluarkan kebijakan penting di bidang ekonomi, pajak, pendidikan, transportasi, peternakan, pengairan hingga industri. Salah satu momentum bersejarah adalah kunjungan Gubernur Belanda, De Jong, ke Nganjuk pada 5 April 1938.
Kebijakan-kebijakan yang digagasnya membawa dampak nyata. Pemerintah daerah giat membuka lapangan kerja melalui hadirnya berbagai perusahaan, seperti pabrik gula, rokok, dan makanan. Hal ini membuat masyarakat lokal bisa menikmati kesejahteraan yang lebih layak.
“Bupati saat itu benar-benar memikirkan hak rakyatnya. Meski kemudian masa Jepang ikut menguasai Nganjuk, beliau tetap berjuang demi masyarakat,” ungkap Aris Trio Effendi, pemerhati sejarah, Sabtu (20/9/2025).
Menurut Aris, keluarga besar Prawirowidjodjo adalah bagian penting dari sejarah Nganjuk. Mereka bukan hanya membawa nama besar, tetapi juga menjaga tradisi dan tanggung jawab sosial.
Setelah pensiun, Raden Tumenggung Prawirowidjodjo lebih banyak menghabiskan waktu di Kediri hingga akhir hayatnya. Ia dimakamkan di Komplek Makam Sentono Gedong Kediri, berdekatan dengan istrinya, putra-putri, serta kerabat besar keturunan Kerajaan Mataram Islam.
“Hubungan erat dengan masyarakat kala itu menjadi jaminan, sekaligus tanggung jawab seorang pemimpin. Warisan itu seharusnya bisa menginspirasi generasi muda untuk lebih menghargai sejarah daerahnya,” tutup Aris. (**)
Editor: Rizqi Ardian
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru