
SURABAYA, SJP – Lukisan seringkali tampil gagah di dinding pameran. Warnanya tegas, bentuknya indah, dan ceritanya menyentuh. Namun di balik setiap goresan, tersimpan perjuangan seniman yang jarang terlihat.
Dibalik kanvas, para seniman terus memutar uang dari hasil penjualan karya untuk membeli cat, kuas, kanvas, hingga kembali memulai proses kreatif yang menguras waktu dan energi. Menjadi perupa bukan hanya perkara estetika, tetapi juga soal bertahan hidup.
Sisi itulah yang ingin diangkat oleh Komunitas Seni Ilustrasinya Idiom dalam pameran bertajuk Art Market yang berlangsung di Galeri Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Alun-alun Kota Surabaya, sejak 20 September lalu. Puluhan lukisan berjejer rapi, dengan label harga yang terpasang jelas di bawahnya.
Konsep yang Menghapus Kecanggungan
Ketua pelaksana sekaligus wakil ketua komunitas Ilustrasi Idiom, Ridwan SS, menyebut Art Market digelar dengan tujuan simbiosis mutualisme antara penikmat seni dan pelaku seni, khususnya di ranah seni rupa.
“Sebelumnya, saya perhatikan masyarakat awam yang ingin mengkoleksi karya pameran secara pribadi itu maju-mundur, karena tidak tahu nominal dan canggung jika ingin bertanya, akhirnya tidak jadi,” jelas Ridwan, Sabtu (27/9/2025).
Dengan label harga yang tertera disetiap lukisan yang dipamerkan, Ridwan merasa penikmat seni akan lebih berani bertanya, membuat proses interaksi lebih terbuka dan kemungkinan untuk membeli karya meningkat.
“Pengunjung tidak canggung lagi. Mereka bisa langsung menimbang sesuai kemampuan finansialnya tanpa perlu sungkan bertanya ke pelukis,” ujarnya.
Sirkulasi Ekonomi Pelaku Seni
Sementara untuk para pelaku seni, Art Market bukan sekadar ruang pamer seperti pameran pada umumnya, melainkan sebuah wadah bagi para seniman untuk menjaga perputaran hidup mereka.
“Art Market memberi ruang bagi pelaku seni untuk bersirkulasi. Dari menjual karya, membeli bahan, sampai kembali berkarya,” tambah Ridwan.
Sebanyak 35 pelukis terlibat dalam pameran tersebut, masing-masing membawa hingga tiga karya. Jenisnya pun beragam, dari lukisan pasar (market art) atau “karya sembako” yang mudah dijual hingga lukisan idealis para seniman yang pasarnya lebih sempit.
“Kami membuka akses selebar-lebarnya. Selagi ada ruang, karya tetap kami pasang dan pamerkan,” jelas Ridwan.
Ia menegaskan bahwa Art Market akan dijadikan agenda tahunan setiap September. Harapannya, pameran seni tidak hanya dinikmati oleh kolektor, tetapi juga masyarakat umum yang juga ingin mengapresiasi, atau bahkan memiliki karya seni.
Seniman Kota Gudeg yang Bawa Kesegaran Alam
Di antara perupa yang terlibat, hadir Samuel Nugroho atau akrab disapa Nugee. Seniman asal Bojonegoro yang kini menetap di Yogyakarta itu baru kembali aktif setelah tujuh tahun vakum karena urusan pekerjaan. Pameran di Surabaya menjadi pengalaman barunya setelah sebelumnya pernah berpameran di Ambarawa dan Jakarta.
“Saya bawa dua karya, lukisan pertama itu burung Makau, judulnya Pesona Sayap Tropis. Yang kedua harimau berenang, berjudul Ketenangan Sang Raja,” ungkap Nugee.
Dirinya menjelaskan bahwa alasan dirinya membawa dua lukisan bertemakan alam adalah sebagai representasi pengalaman segar ketika pertama kali berpameran di Kota Pahlawan.
“Pengalaman pertama ini rasanya segar dan fresh gitu, makanya saya bawa lukisan yang hijau-hijau dan segar juga,” katanya.
Salah satu karyanya, yakni ‘Ketenangan Raja’ adalah karya realis itu dibuat dengan cat akrilik di atas kanvas berukuran 60×80 sentimeter. Lukisan yang pembuatannya memakan waktu empat sampai lima hari tersebut ia banderol seharga Rp3 juta.
“Iya lebih malah 200 ribu dari yang burung makau, karena saya lebih suka dan proses pembuatannya lebih susah,” beber Nugee.
Hangatnya Sambutan Kota Pahlawan
Nugee mengatakan bahwa dirinya bisa mengetahui pameran Art Market dari ajakan temannya yang mendapat selebaran. Namun, saat akan berangkat, temannya berhalangan hadir hingga dirinya berangkat sendiri ke Surabaya.
Kendati demikian, Nugee justru menemukan kehangatan dari komunitas seniman di Surabaya yang diluar ekspektasinya. Dirinya menyebut bahwa para seniman senior di Kota Pahlawan sangat ayom dan guyub.
“Ketemu sekali langsung jadi saudara. Mungkin itu kalimat yang bisa menggambarkan sambutan para rekan seniman di Kota Surabaya,” ucapnya.
Nugee berharap, komunitas Ilustrasi Idiom bisa terus berkembang dan membentuk pasar seni tetap di Surabaya dan sekitarnya. Lebih jauh, ia ingin semua karya yang digelar di Art Market kali ini menemukan pemilik barunya.
“Harapannya tentu semua lukisan di sini nggak ada yang pulang alias laku semua,” pungkas Nugee.
Pameran Art Market bukan sekadar ruang untuk memamerkan karya, tetapi juga cermin dari keteguhan hati para seniman dalam menjaga api kreativitas di tengah kerasnya kehidupan. (*)
Editor: Rizqi Ardian
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru