
LUMAJANG, SJP – Pagi itu, Sabtu (27/9/2025) kemarin, jalanan Desa Darungan, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang, mendadak dipenuhi warna. Anak-anak berlarian sambil tertawa, orang tua membawa bakul kosong, sementara tabuhan musik mengiringi langkah arak-arakan seribu tumpeng ketan dan gunungan hasil bumi.
Di atas pundak para pemuda, gunungan berisi sayuran segar, buah-buahan, hingga jajanan tradisional dari ketan diarak berkeliling kampung. Warga berjejal di sisi jalan, menunggu momen saat gunungan diturunkan, tanda pesta syukur dimulai.
Begitu aba-aba terdengar, suasana langsung pecah. Teriakan, tawa, dan sorak bercampur saat warga berdesakan berebut isi gunungan. Dalam hitungan menit, tumpeng ketan, rengginang, lemper, hingga terong dan cabai ludes di tangan warga.
“Alhamdulillah, dapat rengginang sama jipang. Ada terong juga, nanti mau dibagi ke keluarga,” ujar Isabela, warga desa, sembari tersenyum lebar memamerkan hasil buruannya.
Namun, di balik keramaian itu, Festival Ketan bukan sekadar pesta rakyat. Kepala Desa Darungan, Eko Nurhadi, menuturkan bahwa festival ini digelar sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen sekaligus memperingati Hari Jadi Desa.
“Kenapa ketan? Karena Darungan adalah sentra penghasil beras ketan terbesar kedua di Indonesia. Jadi ini identitas sekaligus kebanggaan kami,” ucapnya.
Wakil Bupati Lumajang, Yudha Aji Kusuma, yang ikut hadir, berharap festival ini bisa menjadi agenda wisata tahunan.
“Tradisi ini bukan hanya melestarikan budaya, tapi juga bisa mendorong ekonomi warga,” katanya.
Bagi masyarakat Darungan, Festival Ketan lebih dari sekadar berebut tumpeng. Ia adalah simbol persaudaraan, doa, dan rasa syukur petani atas tanah yang telah memberi kehidupan.
Di tengah riuh tawa dan aroma jajanan tradisional, tersimpan harapan sederhana: agar tradisi ini tetap hidup, diwariskan, dan membawa berkah bagi generasi berikutnya.
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru