
KEDIRI, SJP – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengecam penangkapan seorang pelajar SMA berinisial FZ serta dua aktivis di Kota Kediri, Saiful Amin alias Sam Oemar dan Shelfin Bima. Ia menyebut langkah aparat kepolisian sebagai bentuk kriminalisasi yang berbahaya bagi kebebasan berekspresi di Indonesia.
“Penangkapan FZ hanya karena memiliki beberapa buku adalah taktik pemolisian yang otoriter. Ia pelajar yang cerdas, yang hanya menyampaikan pikirannya melalui tulisan. Polisi justru terkesan mencari kambing hitam atas kegagalan menjaga keamanan dalam demonstrasi akhir Agustus lalu,” kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Selasa (23/9/2025).
Menurutnya, tindakan aparat semakin menunjukkan pola pikir yang mencurigai literasi dan pemikiran kritis sebagai ancaman. Penyitaan buku milik FZ memperlihatkan bahwa membaca dan menulis dianggap berbahaya oleh negara.
Usman juga menilai tuduhan penghasutan yang dijeratkan kepada Saiful dan Shelfin lewat pasal 160 KUHP terlalu berlebihan. “Faktanya, mereka bukan penghasut kerusuhan, melainkan menyuarakan keresahan publik, termasuk menuntut keadilan atas kematian tragis Affan Kurniawan yang dilindas mobil lapis baja Brimob di Jakarta,” ujarnya.
Amnesty International Indonesia menegaskan, kriminalisasi terhadap para aktivis ini hanya akan memperburuk citra reformasi kepolisian yang sedang dijanjikan pemerintah. “Sikap represif aparat justru mengirim pesan berbahaya: bahwa menuntut keadilan bisa berujung penjara,” kata Usman.
Ia mendesak Polresta Kediri segera membebaskan FZ, Saiful, dan Shelfin tanpa syarat, serta menghentikan seluruh proses hukum terhadap mereka. “Negara wajib melindungi warga yang menggunakan hak berekspresi dan berkumpul, bukan menjadikan mereka korban kriminalisasi,” tegas Usman Hamid.
Penangkapan terhadap FZ dilakukan pada Minggu malam, 21 September 2025, di rumahnya. Selain mengamankan dirinya, polisi juga menyita tiga buku, sebuah laptop, dan satu ponsel. FZ dikenal sebagai pegiat literasi sekaligus penulis di situs Omong-Omong Media, yang dalam salah satu artikelnya mengkritik gaya Orde Baru dalam pendidikan pascareformasi.
Sebelumnya, Saiful Amin ditangkap pada 2 September, sementara Shelfin Bima ditangkap pada 18 September. Keduanya kemudian dijerat pasal 160 KUHP tentang penghasutan terkait demonstrasi di Kediri yang berakhir ricuh pada 30 Agustus lalu. Gelombang solidaritas publik terus bermunculan, mulai dari petisi daring hingga permohonan penangguhan penahanan untuk keduanya. (**)
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru