
SURABAYA, SJP — Izin atau ijin? Jumat atau Jum’at? hidrolis atau hidraulis? Pertanyaan sederhana seperti itu sering kali membuat kita ragu saat menulis. Padahal, detail kecil semacam itu bisa berpengaruh besar pada ketepatan bahasa, apalagi dalam ruang publik yang luas jangkauannya seperti media massa.
Untuk itu, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur (BBP Jatim) menyelenggarakan kegiatan Penyegaran Bahasa Indonesia bagi Insan Media di Aula Cut Nyak Dien, BBP Jatim. Kegiatan tersebut diikuti oleh 50 pelaku media cetak, elektronik, daring, hingga pengelola media sosial di Surabaya.
Tren Media dan Tantangan Bahasa
Sejumlah survei terbaru menggambarkan betapa besar peran media digital dalam menyebarkan informasi. Laporan Reuters Institute Digital News Report tahun 2024 mencatat 84 persen masyarakat Indonesia mengakses berita melalui smartphone, dan 34 persen di antaranya menyebarkan ulang berita lewat media sosial.
Litbang Kompas pada awal 2025 juga menemukan bahwa lebih dari 50 persen publik kini lebih mengandalkan media sosial untuk mendapatkan informasi kebijakan pemerintah. Sementara itu, 15,7 persen memilih media daring, dan 14,7 persen masih mengandalkan media massa konvensional.
Data itu menunjukkan adanya transformasi besar dalam cara masyarakat menerima informasi. Di tengah derasnya arus digital itulah peran bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun menjadi semakin penting.
Lebih dari itu, bahasa Indonesia juga telah ditetapkan sebagai 1 dari 10 bahasa resmi yang diakui oleh UNESCO sejak tahun 2023. Hal itu menjadi sebuah kebanggaan sekaligus tantangan dalam menjaga kualitas dan inti dari bahasa Indonesia.
Wajah Bahasa ada di Media Massa
Kepala BBP Jatim, Puji Retno Hardiningtyas, menjelaskan bahwa kegiatan kali ini merupakan wujud Pembinaan Kemahiran Berbahasa Indonesia (PKBI) sebagai jawaban atas tantangan melestarikan bahasa Indonesia yang tidak hanya benar, tapi juga berkualitas.
Retno menegaskan bahwa pihak yang memiliki peran paling vital dalam menjaga kualitas bahasa di ruang publik ialah insan media. Baginya, konsistensi berbahasa bukan hanya tanggung jawab institusi pendidikan atau lembaga kebahasaan, melainkan juga bagian dari profesionalisme jurnalis.
“Bahasa Indonesia di media massa adalah wajah bangsa. Melalui penyegaran kebahasaan ini, kami berharap para jurnalis semakin terampil menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, tanpa kehilangan daya kritis serta kekhasan jurnalistiknya,” ujar Retno, Senin (22/9/2025).
BBP Jatim dalam kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber yang berasal dari berbagai latar belakang, masing-masing menyoroti persoalan kebahasaan dari sudut pandang masing-masing.
Kaidah Bahasa dalam Jurnalistik
Narasumber pertama, Awaludin Rusiandi, Penerjemah Ahli Madya BBP Jatim, mengingatkan pentingnya ketelitian dalam berbahasa.
“Bahasa jurnalistik harus lugas, jelas, dan sesuai kaidah. Kesalahan sekecil apa pun, misalnya dalam ejaan atau pilihan kata, bisa mengubah makna dan menurunkan kredibilitas media,” tutur laki-laki yang akrab disapa Sandi itu.
Ia menekankan bahwa penguasaan bahasa yang baik akan memperkuat posisi media sebagai sumber informasi yang terpercaya. Karenanya, dalam kesempatan tersebut dirinya juga memperkenalkan beberapa layanan daring badan bahasa, diantaranya:
- Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) daring
- Padanan Istilah (Pasti)
- Kamus Budaya Jawa
- Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia
- Sipebi
Salah satu layanan yang mencuri perhatian adalah Sipebi. Dalam paparannya, Sandi menyebut bahwa Sipebi adalah layanan pemeriksaan ejaan seperti aplikasi “Grammarly”, hanya saja, saat ini Sipebi masih belum sempurna.
“Karena itu kami harap seluruh masyarakat khususnya insan media bisa memaksimalkan penggunaan layanan tersebut, dengn itu pengembangan aplikasi tersebut juga bisa lebih cepat,” tutur Sandi.
Problematika Bahasa dalam Berita
Beralih ke bahasan yang kerap menjadi dilema jurnalis di era digital, Wakil Ketua PWI Jawa Timur, Wahyu Kuncoro selaku narasumber kedua menuturkan tentang bagaimana tuntutan kecepatan kerap mempengaruhi kualitas penulisan para jurnalis.
“Di era digital, jurnalis dituntut serba cepat. Namun, kecepatan tidak boleh mengorbankan ketepatan bahasa. Justru, bahasa yang baik akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap media,” jelas Wahyu.
Tidak hanya soal kecepatan, Wahyu juga membeberkan tuntutan era digital yang mengakibatkan penurunan kualitas jurnalistik juga dipengaruhi asumsi bahwa semakin banyak orang membaca, maka semakin baik.
“Jadi banyak kita jumpai berita-berita dengan judul yang sensasional atau click bait, itu karena banyak dari kita berlomba-lomba agar memiliki banyak pembaca,” tuturnya.
Menurut Wahyu, penurunan kualitas jurnalistik dapat melemahkan reputasi media di mata pembaca. Hal tersebut juga mendorong citizen journalism (jurnalisme warga) menjadi lebih diminati.
Esai dan Keluwesan Bahasa
Sementara itu, narasumber ketiga, Andre Yuris, Ketua AJI Kota Surabaya menjelaskan perihal Bahasa Indonesia dalam penulisan esai. Dirinya menjelaskan bagaimana menulis esai membutuhkan kemampuan meramu bahasa agar tetap komunikatif dan mudah dipahami pembaca, meskipun membawa gagasan yang kompleks.
“Menulis esai membutuhkan keluwesan bahasa. Namun, keluwesan itu tetap harus berpijak pada kaidah bahasa yang benar agar tulisan enak dibaca sekaligus bernilai,” ungkap Andre.
Selain itu, Andre juga membahas mengenai politik bahasa, sebuah sebutan untuk gaya bahasa atau kebijakan masing-masing media terkait pemilihan kata dalam berita atau esai yang menunjukkan keberpihakan media tersebut dalam suatu peristiwa.
“Media biasanya menunjukan keberpihakannya melaui bahasa atau pemilihan diksi dalam berita atau esai, itu bisa kita lihat bahkan dalam pemberitaan media akhir-akhir ini,” terang Wahyu.
Bahasa sebagai Identitas Bangsa
Forum yang digelar oleh BBP Jatim itu menjadi pengingat bahwa bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan identitas bangsa. Di tengah derasnya arus digital, kecepatan penyampaian informasi perlu berjalan seiring dengan ketepatan bahasa.
Dengan kegiatan tersebut, BBP Jatim meneguhkan komitmennya untuk menjaga mutu bahasa Indonesia di ranah media massa, sekaligus mendorong insan media menjadi agen literasi bahasa yang mampu menghadirkan informasi akurat, santun, dan terpercaya bagi masyarakat. (*)
Editor: Rizqi Ardian
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru