
SURABAYA, SJP – Penangkapan aktivis sosial asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi atau akrab disapa Paul, menuai kritik keras dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. Ketua LBH Surabaya, Habibus Shalihin, menilai tindakan aparat kepolisian tidak sesuai prosedur hukum dan berpotensi sebagai bentuk kriminalisasi terhadap gerakan prodemokrasi.
Paul ditangkap secara paksa di kediamannya di Yogyakarta pada Sabtu (27/9/2025) sekitar pukul 14.30 WIB oleh puluhan aparat berpakaian preman yang mengaku dari Polda Jawa Timur. Dalam proses penangkapan tersebut, polisi juga menyita sejumlah buku serta perangkat elektronik milik Paul. “Penangkapan itu dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, bahkan keluarga maupun penasihat hukum tidak dilibatkan sejak awal,” ujar Habibus.
Usai diamankan, Paul dibawa ke Polda DIY sebelum akhirnya dipindahkan ke Polda Jatim sekitar pukul 22.10 WIB. Tim hukum dari YLBHI-LBH Surabaya baru dapat mendampinginya menjelang tengah malam. Berdasarkan keterangan penyidik, Paul langsung ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus kerusuhan saat aksi unjuk rasa di Kediri, dengan sangkaan Pasal 160, 187, 170, dan 55 KUHP.
Namun, Habibus menegaskan penetapan tersangka itu cacat prosedur. “KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa penetapan tersangka harus melalui minimal dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu. Dalam kasus Paul, aparat justru mendahului dengan penetapan tersangka sebelum mekanisme hukum dijalankan,” jelasnya.
Lebih lanjut, proses pemeriksaan terhadap Paul berlangsung maraton sejak dini hari hingga Minggu (28/9/2025) sore. Meski dalam kondisi lelah, Paul akhirnya ditahan penyidik Polda Jatim. LBH Surabaya menilai praktik ini bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM internasional sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, maupun aturan internal Polri dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009.
Atas peristiwa tersebut, LBH Surabaya menyatakan sikap mendesak Kapolda Jawa Timur segera membebaskan Paul, serta mendorong Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk melakukan investigasi. Habibus juga meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turun tangan mengawasi kinerja Polda Jatim.
“Penangkapan sewenang-wenang ini tidak hanya melanggar KUHAP, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Kompolnas wajib memastikan pengawasan agar praktik kriminalisasi terhadap aktivis tidak kembali terjadi,” tegas Habibus.
Sementara itu, Polda Jatim belum memberikan keterangan resmi terkait penangkapan Muhammad Fakhrurrozi alias Paul ini.
Penangkapan Paul ini menambah panjang daftar aktivis yang ditangkap oleh jajaran Polda Jatim terkait kasus kerusuhan unjuk rasa di Kediri.
Sebelumnya, Saiful Amin ditangkap pada 2 September, sementara Shelfin Bima ditangkap pada 18 September. Keduanya kemudian dijerat pasal 160 KUHP tentang penghasutan terkait demonstrasi di Kediri yang berakhir ricuh pada 30 Agustus lalu.
Lalu, polisi juga menangkap terhadap Ahmad Faiz, pegiat literasi di Kediri pada Minggu, 21 September 2025, di rumahnya. Selain mengamankan dirinya, polisi juga menyita tiga buku, sebuah laptop, dan satu ponsel. FZ dikenal sebagai pegiat literasi sekaligus penulis di situs Omong-Omong Media, yang dalam salah satu artikelnya mengkritik gaya Orde Baru dalam pendidikan pascareformasi.
Gelombang solidaritas publik terus bermunculan, mulai dari petisi daring hingga permohonan penangguhan penahanan untuk mereka. (**)
Editor: Danu S
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru