
SURABAYA, SJP — Ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, terus menyisakan tanda tanya besar. Tragedi yang terjadi saat santri melaksanakan salat Ashar berjemaah pada Senin (29/9/2025) itu menewaskan dan melukai sejumlah santri.
Di balik duka dan proses evakuasi yang hingga saat ini masih berlangsung, ada dugaan bahwa bangunan musala tersebut tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB).
Dugaan tersebut disampaikan langsung oleh Bupati Sidoarjo, Subandi, setelah melakukan pengecekan ke lapangan. Menurutnya, pihaknya tidak menemukan dokumen izin yang seharusnya dimiliki bangunan sebelum didirikan.
“Ini saya tanyakan izin-izinnya mana, tetapi ternyata nggak ada. Tadi ngecor lantai tiga, karena konstruksi tidak standar, jadi akhirnya roboh,” kata Subandi, Senin (29/9/2025) kemarin.
Dirinya menyoroti pola pembangunan di sejumlah pesantren yang sering mendahulukan berdirinya bangunan, tanpa memastikan kelengkapan administrasi dan standar teknis.
Subandi menyebut, kerap kali perizinan baru diurus setelah bangunan jadi, padahal izin mendirikan bangunan semestinya menjadi langkah awal agar konstruksi diawasi dan sesuai aturan.
“Jadi banyak pondok itu, kadang bangun masjid, pondok, kadang dia tidak mengurus IMB-nya dulu, langsung bangun,” ujarnya.
Pengasuh Pesantren Mengaku Tidak Tahu
Dari pihak pesantren, pengasuh Ponpes Al Khoziny, Abdus Salam Mujib, justru mengaku tidak mengetahui soal perizinan musala tersebut. Ia menyampaikan ketidaktahuan itu ketika ditemui wartawan di lokasi.
“Lah itu enggak tahu. Saya kira enggak lah. Di sini semuanya sama,” kata Mujib.
Mujib menambahkan bahwa insiden ambruknya musala terjadi tepat ketika para pekerja tengah melakukan pengecoran di bagian atap.
Menurutnya, bagian atas bangunanlah yang jebol terlebih dahulu hingga akhirnya menimpa para santri yang sedang beribadah.
“Ini pengecoran yang terakhir saja. Itu jebol. Ya hanya itu,” ucapnya.
Santri Sempat Melihat Bangunan Tidak Stabil
Dari keterangan santri, diketahui ada tanda-tanda awal bangunan tidak stabil sebelum musala runtuh. Seorang santri yang ikut membantu pembangunan bahkan sempat memperingatkan adanya pergerakan pada bangunan.
Namun, peringatan itu tidak sempat sampai kepada pengurus karena sebagian besar tengah melaksanakan salat Ashar.
Muhammad Zahrawi (17), salah satu santri asal Bangkalan, Madura, yang selamat dari insiden itu, menceritakan pengalaman mencekamnya.
Ia lolos dari maut karena keluar dari barisan jamaah untuk ke kamar mandi sesaat sebelum bangunan ambruk.
“Saya keluar shaf untuk pipis. Saat saya sampai di kamar mandi pipis, tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras dari arah musala,” kata santri kelas 10 itu, Selasa (30/9/2025).
Ketika ia kembali, musala sudah rata dengan tanah. Ratusan jamaah yang sebelumnya berada di dalamnya tertimpa beton. Zahrawi mengaku masih syok karena sempat melihat santri MTs yang tertimbun.
“Saya masih diberi umur panjang, terima kasih Ya Allah,” ungkapnya.
Hingga kini, dugaan soal ketiadaan IMB pada bangunan musala Ponpes Al Khoziny belum dapat sepenuhnya dikonfirmasi.
Pemerintah daerah maupun pihak pesantren masih fokus dalam upaya penyelamatan dan penanganan para santri yang menjadi korban runtuhan. (*)
Editor: Rizqi Ardian
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru