
SURABAYA, SJP – Dentuman musik pesta bergema di Tunjungan Grand Ballroom, DoubleTree by Hilton Surabaya. Lampu-lampu kuning keemasan berpendar di antara dekorasi biru-putih khas Bavaria, sementara aroma sosis panggang dan pretzel baru matang memenuhi udara.
Di setiap sudut, tawa terdengar riuh, gelas-gelas diangkat tinggi, dan lantunan lagu “Ein Prosit, ein Prosit der Gemütlichkeit!” menggema serempak diiringi tepuk tangan dan sorak-sorai.
Suasana seperti itulah yang hadir dalam perayaan Oktoberfest 2025 yang digelar oleh Wisma Jerman di Kota Surabaya pada Jumat (3/10/2025) malam.
Tak hanya menjadi pesta budaya khas Jerman, Oktoberfest kali ini terasa istimewa karena menandai satu dekade penyelenggaraan Oktoberfest di Surabaya, sekaligus bertepatan dengan Hari Persatuan Jerman (Day of German Unity) yang jatuh pada tanggal yang sama.
Sepuluh Tahun Oktoberfest di Surabaya
Managing Director Wisma Jerman, Mike Neuber, menyebut Oktoberfest tahun ini sebagai perayaan yang sarat makna.
“Bagi kami, Oktoberfest adalah ajang mempertemukan orang-orang. Merayakannya bertepatan dengan Hari Persatuan Jerman membuatnya semakin bermakna,” ujar Mike.
“Kami disini tidak hanya berbagi tradisi Bavaria, tetapi juga semangat persatuan dan persahabatan dengan masyarakat Indonesia,” imbuhnya.
Sejak pertama kali digelar pada 2011 oleh Wisma Jerman, Oktoberfest di Kota Pahlawan telah menjadi agenda tahunan yang selalu dinanti, baik oleh warga Jerman, internasional hingga masyarakat lokal.
Mike mengungkapkan bahwa selain sebagai bentuk pelestarian budaya, festival itu juga menjadi wadah diplomasi yang hangat antara dua negara.
“Ini bukan hanya pesta. Ini tentang pertemuan dua budaya, tentang bagaimana Surabaya menjadi rumah kedua bagi komunitas Jerman,” ungkapnya.
Dekorasi hingga Kuliner Bavaria Turun ke Surabaya
Malam itu, para tamu Oktoberfest 2025 seolah dibawa langsung ke Munich. Beragam ornamen berwarna biru-putih khas Bavaria terpajang, meja-meja panjang berderet dengan taplak kotak-kotak, hingga pelayan yang mengenakan kostum tradisional.
Para pengunjung pun ikut berpartisipasi, perempuan tampil anggun dengan Dirndl, gaun tradisional bertali yang menonjolkan warna cerah dan renda, sementara laki-laki tampil gagah dengan Lederhosen, celana kulit pendek lengkap dengan kaus kaki tinggi dan topi berbulu kecil di sisi.
Dari sudut buffet, aroma daging panggang dan roti hangat seolah memanggil siapa pun yang lewat. Di atas meja panjang, tersaji deretan kuliner otentik khas negara Jerman.
Diantaranya, ada pretzel yang lembut dengan lapisan garam kasar, sosis bratwurst beraroma smoky, pork knuckles, Leberkäse yang gurih, hingga Spätzle. Untuk pencuci mulut, ada Black Forest cake berlapis krim dan ceri khas Jerman, cheesecake hingga es krim.
Di sisi bar, minuman khas Oktoberfest mengalir tanpa henti. Namun bagi yang tak ingin menikmati bir, tersedia pula berbagai minuman non-alkohol, dari teh, jus hingga mocktail, sehingga suasana tetap nyaman bagi seluruh pengunjung.
Musik, Lagu, dan Sorak “Prost!”
Ketika malam semakin larut, dentuman musik semakin menggoda. DJ Gatra, seorang DJ lokal yang terkenal dengan musik eksperimentalnya, membawakan Oktoberfestmusik dengan cita rasa Bavaria, membuka pesta dengan deretan lagu pesta klasik.
Setelah itu, panggung diambil alih oleh Night Lilies Band, grup musik asal Jerman beranggotakan empat perempuan. Dengan kostum ala Oktoberfest dan energi yang menular, mereka menghidupkan suasana lewat lagu-lagu yang beragam, dari “Dancing Queen” milik ABBA, “Ein Prosit (der Gemütlichkeit)”, hingga “Tequila”.
Setiap kali lagu “Ein Prosit” dimainkan, para tamu dari berbagai latar belakang melebur dan bersama-sama mengangkat gelas mereka tinggi-tinggi, bersulang sambil berteriak “Prost!”sebuah simbol kegembiraan dan kebersamaan.
“Rasa Jerman” di Surabaya
Di tengah riuh suasana, Arishadela, salah satu pengunjung asal Surabaya, tampak menikmati malam pertamanya di Oktoberfest. Ia datang bersama teman-temannya dan mengaku terkesan dengan suasana yang begitu berbeda.
“Ternyata ini (Oktoberfest) seru banget. Aku baru pertama kali ikut festival ini, dan ternyata sudah diadakan dari dulu oleh Wisma Jerman di Surabaya,” ujarnya antusias.
Sembari menikmati jalannya festival, perempuan dengan panggilan Dela itu menyebut bahwa makanan dan atmosfernya menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
“Banyak banget makanan-makanan otentik dari Jerman, dari sosis sampai kue ceri Black Forest (Schwarzwälder Kirschtorte) ada, bahkan saya baru tahu kalau (kue) Black Forest itu asalnya dari Jerman,” sebutnya.
“Terus acaranya juga family friendly banget, di area depan itu ada tempat bermain untuk anak, dan hidangannya pun juga beragam,” katanya.
Bagi Dela, yang paling berkesan dalam pengalaman pertamanya mengikuti Oktoberfest di Surabaya adalah bagaimana suasana malam itu membuatnya merasa seperti sedang berada di Jerman itu sendiri.
“Vibe (suasana)-nya asik banget, jarang ada yang kayak gini di Surabaya. Harapanku semoga ada terus tiap tahun, biar warga Surabaya tahu kalau ternyata ada sedikit rasa Jerman di sini,” ujarnya menutup malam dengan senyum.
Lebih dari sekadar pesta, dalam gelaran ke-10 Oktoberfest 2025 oleh Wisma Jerman, festival tersebut menjadi lebih dari ajang pengenalan budaya, tetapi juga perayaan persahabatan dua bangsa, sebuah malam di mana tawa, musik, dan cita rasa menyatukan perbedaan. (**)
Editor : Rizqi Ardian
Sumber : Suara Jatim Post & Berita Terbaru